Sabtu, 20 Juli 2013

Arjuna Wiwaha (1940)

Mpoe Kanwa, Arjoena Wiwaha, Balai Poestaka, Batavia, 1940.

Terlalu sering kita mendengar riwayat Arjuna Wiwaha, karya Mpu Kanwa, petikan-petikannya dalam tulisan orang, dalam lakon wayang, dan dalam pidato-pidato, serta terutama dalam relief-relief candi. Tetapi tidak mudah untuk mendapatkan atau membaca langsung naskah ini, karena sejauh ini hanya terdapat dalam Bahasa jawa Kuno.

Baru tahun 1940-lah, naskah ini tersedia dalam bahasa Melayu/Indonesia. Penerjemahnya adalah Sanusi Pane. Ia menerjemahkannya dari versi ahli Jawa Prof. Dr. Poerbatjaraka yang dimuat dalam jurnal Bijdragen tot de Taal, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, Deel 82, 1926. Dalam majalah itu termuat juga terjemahan Poerbatjaraka dalam Bahasa Belanda.


Cover buku, sederhana tapi mengena

Dalam pengantarnya, Sanusi Pane mengatakan bahwa niatnya menerjemahkan ini adalah untuk “…memperkenalkan Arjoena Wiwaha dalam bahasa Melajoe…” Dalam kover depan tertulis, “Mpoe Kanwa, Ardjoena Wiwaha, disalin dari Bahasa Djawa Koeno oleh Sanoesi Pane.” Ejaan yang digunakan masih van Ophuysen.

Selain dari versi Bahasa Jawa Kuno itu, Sanusi juga membandingkan dengan terjemahan Belanda yang dibuat Poerbatjaraka, di mana ia menemukan “seringkali perbedaan paham tentang arti perkataan, peribahasa atau kalimat.”


Ilustrasi yang tidak dijelaskan siapa pembuatnya

Sanusi Pane, saudara kandung Armen Pane, adalah seorang yang dalam polemic kebudayaan tahun 1930an berada di seberang Sutan Takdir Alisyahbana. Ia menolak keras ide Takdir untuk berpaling sepenuhnya ke Barat dan mencampakkan Timur. Ia tetap menganggap Timur sebagai kekuatan dan sumber inspirasi yang penting untuk kemajuan. Timur yang dibayangkan Sanusi Pane merujuk pada India, dan pada Jawa, yang sebagian besar merupakan refleksi dari pemikiran dan kebudayaan India tersebut.

Kakawin Arjuna Wiwaha adalah cerita-cerita yang diambil dari Mahabarata. Karena bentuk dan susunannya, kakawin ini menjadi karya tersendiri yang luar biasa. Tokohnya adalah seorang pahlawan bernama Arjuna yang “soedah mentjapai Kebenaran Oetama”, “tahoe doenia tidak berharga”, “tidak gemar pada djasmani”, akan “tetapi ia tinggal djoega di masjarakat” ingin “seloeroeh doenia berbahagia.”
Berikut saya kutipkan bait 1 dari Sarga XII:

Sebeloem do’annja habis, maka Paramarta Sjiwa bersabda:
“Anakkoe, soedah njata engkau mentjapai maksoedmoe.
Akoe menganoegrahkan panah jang sakti kepadamoe,
Pasjoepati nama sendjata itoe, Lihatlah!”

Membaca kakawin ini sungguh mencerahkan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar